8.15.2009

PENYEBAB KESULITAN MAKAN


Penyebab kesulitan makanan itu sangatlah banyak. Semua gangguan fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik, maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir dan infeksi didapat dalam usia anak.
Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3 faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri sendiri tetapi sering kali terjadi lebih dari 1 faktor. Penyebab paling sering adalah hilangnya nafsu makan, diikuti gangguan proses makan. Sedangkan faktor psikologis yang dulu dianggap sebagai penyebab utama, mungkin saat mulai ditinggalkan atau sangat jarang.

GANGGUAN NAFSU MAKAN
Gangguan nafsu makan tampaknya merupakan penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan ini bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada nafsu makan). Tampilan gangguan nafsu makan yang ringan berupa minum susu botol sering sisa, waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit menjadi 10 menit), makan hanya sedikit atau mengeluarkan, menyembur-nyemburkan makanan atau menahan makanan di mulut terlalu lama. Sedangkan gangguan yang lebih berat tampak anak menutup rapat mulutnya, menepis suapan orang tua atau tidak mau makan dan minum sama sekali.
Gangguan nafsu makan ini sering diakIbatkan karena gangguan saluran cerna, penyakit infeksi akut atau kronis (TBC, cacing, dll), alergi makanan, intoleransi makanan dan sebaginya.


Gangguan pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya gangguan pencernaan adalah perut kembung, sering “cegukan”, sering buang angin, sering muntah atau seperti hendak muntah bila disuapin makan. Gampang timbul muntah terutama bila menangis, berteriak, tertawa, berlari atau bila marah. Sering nyeri perut sesasaat, bersifat hilang timbul. Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk keras, bulat (seperti kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak darah. Gangguan tidur malam : malam rewel, kolik, tiba-tiba mengigau atau menjerit, tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau
Biasanya disertai gangguan kulit : timbal bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya dan sebagainya.
Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa oleh orang tua bahkan banyak dokter atau klinisi karena sering terjadi pada anak. Padahal bila di amati secara cermat tanda dan gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak.

GANGGUAN PROSES MAKAN DI MULUT
Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut, mengunyah dan menelan. Ketrampilan dan kemampuan sistem pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan alam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan motorik mulut ini juga sering disertai oleh gangguan tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja. Gangguan proses makan ini sering terjadi pada penderita gangguan saluran pencernaan seperti sering muntah, nyeri perut dan mual. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan teori ”Gut Brain Axis”. Gangguan saluran cerna ternyata dapat mengganggu susunan saraf pusat termasuk gangguan motorik kasar mulut.
Gerakan motorik kasar di sekitar mulut tersebut sangat dipengaruhi oleh susunan saraf pusat. Gangguan susunan saraf pusat tersebut dapat mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gangguan ini sering terjadi pada penderita alergi, gangguan neurologis, penderita Autism, ADHD, ADD, dan gangguan perilaku lainnya.
Gangguan motorik proses makan ini biasanya disertai oleh gangguan motorik kasar lainnya seperti terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk merangkak (normal 6-8 bulan), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”, terlambat berjalan, sering jatuh atau menabrak. Ciri lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga hiperaktif.
Kelainan bawaan adalah gangguan fungsi organ tubuh atau kelainan anatomis organ tubuh yang terjadi sejak pembentukan organ dalam kehamilan.Diantaranya adalah kelainan mulut, tenggorok, dan esofagus: sumbing, lidah besar, tenggorok terbelah, fistula trakeoesofagus, atresia esofagus, Laringomalasia, trakeomalasia, kista laring, tumor, tidak ada lubang hidung, serebral palsi, kelainan paru, jantung, ginjal dan organ lainnya sejak lahir atau sejak dalam kandungan.
Bila fungsi otak tersebut terganggu maka kemampuan motorik untuk makan akan terpengaruh. Gangguan fungsi otak tersebut dapat berupa infeksi, kelainan bawaan atau gangguan lainnya seperti serebral palsi, miastenia gravis, poliomielitis.. Bila kelainan susunan saraf pusat ini terjadi karena kelainan bawaan sejak lahir biasanya disertai dengan gangguan motorik atau gangguan perilaku dan perkembangan lainnya.

GANGGUAN PSIKOLOGIS
Gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak. Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau kita kesulitan dalam menemukan penyebab kesulitan makan pada anak maka gangguan psikologis dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk mencari penyebab kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan psikologis sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak harus dipastikan tidak adanya kelainan organik pada anak.
Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog.
Pakar psikologis menyebutkan sebab meliputi gangguan sikap negatifisme, menarik perhatian, ketidak bahagian atau perasaan lain pada anak, kebiasaan rewel pada anak digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan yang sangat diinginkannya, sedang tertarik permainan atau benda lainya, meniru pola makan orang tua atau saudaranya reaksi anak yang manja.
Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak dengan orang tua, antara ayah dan ibu atau hubungan antara anggota keluarga lainnya dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak. Misalnya bila hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara anggota keluarga lainnya tidak baik atau suasana keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan atau emosi yang tinggi akan mengakibatkan anak mengalami ketakutan, kecemasan, tidak bahagia, sedih atau depresi. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa membuat anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk aktifitas makannya
Sikap orang tua dalam hubungannya dengan anak sangat menentukan untuk terjadinya gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan gangguan makan. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah : perlindungan dan perhatian berlebihan pada anak, orang tua yang pemarah, stress dan tegang terus menerus, kurangnya kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, urangnya pengertian dan pemahaman orang tua terhadap kondisi psikologis anak, hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, sering ada pertengkaran dan permusuhan.

Dr Widodo Judarwanto SpA Jakarta

Selengkapnya..

6.27.2009

Si Kecil Ogah Belajar Pipis di Toilet


Usia si kecil sudah 2 tahun sehingga Anda merasa sudah saatnya melaksanakan toilet training (latihan menggunakan kamar mandi untuk buang air). Sejak diajarkan untuk buang air kecil di kamar mandi, anak memang sudah tidak menggunakan diapers dari pagi hingga sore hari karena ia sudah bisa menyampaikan kepada Anda bahwa ia ingin pipis. Kemampuannya mengontrol keinginan buang air pun cukup baik. Sayangnya, pada malam hari, si kecil masih mau memakai diapers. Mungkin karena minumnya banyak, dan selain itu Anda juga tidak ingin repot bangun tengah malam untuk menggotong si kecil ke kamar mandi. Gagallah toilet training yang Anda terapkan.
Mungkin, banyak ibu lain yang memiliki keluhan sama seputar kegagalan mereka menerapkan toilet training. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Berikut penjelasannya:

1. Terlalu awal memulai
Idealnya, toilet training dimulai ketika anak telah memasuki usia 2 tahun. Bila Anda terburu-buru memulai sebelum waktunya, maka boleh jadi kegagalan yang didapat. Waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama dan berat sekali saat harus melaksanakan program tersebut. Anda perlu mengamati tanda-tanda kesiapannya, baik secara fisik, kognitif, maupun perilaku. Tanda-tanda tersebut biasanya sudah terlihat ketika anak memasuki usia 18 bulan sampai 2 tahun. Bahkan, sebagian ada yang baru menunjukkan tanda-tanda ketika memasuki usia 4 tahun. Patut diingat, anak memiliki kemampuan dan kesiapan yang berbeda, tidak bisa disamaratakan. Jadi, jangan kecewa bila mendapati keponakan, anak teman atau tetangga dapat lebih awal memiliki kemampuan mengontrol buang air dibandingkan anak sendiri.
Sedikitnya, untuk menerapkan toilet training dibutuhkan waktu 3 bulan. Dituntut kesabaran dan sportivitas bila Anda gagal menerapkan dalam waktu di atas itu. Ini dapat dijadikan pertanda bahwa anak Anda belum siap. Tunggulah beberapa minggu dan mulailah untuk mencoba kembali.


2. Memulai di waktu yang tidak tepat
Hindari memulai toilet training pada saat yang tidak tepat, seperti seminggu sebelum kelahiran adik bayi, baru ganti pengasuh, pindah rumah, atau hal-hal yang berkaitan dengan rutinitas anak. Prasekolah biasanya memiliki rutinitas tertentu dalam kesehariannya. Ketika terjadi perubahan, maka si prasekolah butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan rutinitas baru tersebut. Untuk itu, hindari melakukan toilet training pada waktu-waktu tersebut. Tunggulah sampai anak dapat beradaptasi sebelum toilet training dimulai.
3. Jangan pernah memaksa
Ketika si kecil sudah menunjukkan tanda-tanda kesiapan dan tertarik untuk memulai toilet training, jangan paksa ia untuk segera melaksanakan secepat mungkin. Bisa-bisa si anak malah mengalami stres yang ditandai dengan tidak bisa buang air besar (konstipasi). Untuk itu, biarkan si kecil mengikuti iramanya, dan menjalani program toilet training setahap demi setahap. Tindakan paling bijaksana adalah tetap memberikan motivasi. Namun, ketika anak mogok, jangan sekali-sekali dipaksakan.
4. Hindari sekadar ikut-ikutan
Jangan terpengaruh cerita kenalan atau saudara tentang keberhasilan program toilet training yang diterapkan pada anaknya. Setiap anak adalah unik. Tidak mungkin menyamaratakan perkembangan semua anak sehingga memukul rata usia tepat melakukan toilet training. Langkah paling bijaksana adalah menunggu kesiapan anak. Sampaikan saja kepada kenalan, teman, atau saudara, “Kami telah memiliki rencana sendiri tentang program toilet training.”
5. Hindari memberikan hukuman
Jangan sekali-kali memberikan hukuman kepada si prasekolah ketika gagal melakukan toilet training. Bisa jadi hukuman yang diberikan terasa memberatkan dan membuatnya trauma. Akibatnya, anak tidak mau memulai kembali toilet training karena teringat akan hukuman yang diberikan. Harus diingat, setiap anak berbeda sehingga dituntut kesabaran dan kecermatan orangtua.
6. Tidak konsisten
Ketika memutuskan untuk melaksanakan toilet training hendaknya orangtua mampu bersikap konsisten. Laksanakan latihan itu saat siang dan malam hari. Memang, tidak bisa langsung serentak, tapi diawali dengan kesuksesan melaksanakan di siang hari, lalu dilanjutkan pada malam hari. Dituntut ketegasan dan kerelaan orangtua untuk membangunkan anak untuk BAK di kamar mandi, atau sekadar menggunakan potty training di kamar tidur.
(Utami Sri Rahayu)


Selengkapnya..

6.21.2009

Ciri-Ciri Anak Berbakat


Dalam bukunya, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Prof. Utami Munandar menuliskan indikator keberbakatan sebagai berikut:

* Ciri-ciri Intelektual/Belajar:
Mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang berbagai topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat, senang mempelajari kamus maupun peta dan ensiklopedi.
Cepat memecahkan soal, cepat menemukan kekeliruan atau kesalahan, cepat menemukan asas dalam suatu uraian, mampu membaca pada usia lebih muda, daya abstraksi tinggi, selalu sibuk menangani berbagai hal.

* Ciri-ciri Kreativitas:
Dorongan ingin tahunya besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya serta tak mudah terpengaruh orang lain, rasa humor tinggi, daya imajinasi kuat, keaslian (orisinalitas) tinggi (tampak dalam ungkapan gagasan, karangan, dan sebagainya.
Dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinal yang jarang diperlihatkan anak-anak lain), dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, kemampuan mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi).

* Ciri-ciri Motivasi:
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama, tak berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tak cepat puas dengan prestasinya), menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah "orang dewasa" (misalnya terhadap pembangunan, korupsi, keadilan, dan sebagainya).
Senang dan rajin belajar serta penuh semangat dan cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu, tak mudah melepaskan hal yang diyakini itu), mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian), senang mencari dan memecahkan soal-soal.

Indah Mulatsih

Selengkapnya..

6.18.2009

Bayi Belajar Bicara di dalam Rahim


Selama bayi di dalam rahim, ajaklah ia berbicara. Dengan aktif mengajaknya berbicara, bayi tidak hanya mengenali suara ibu tapi juga mempelajari bahasa yang kita gunakan.

Kesimpulan itu didapat pada penelitian Effects of Experience on Fetal Voice Recoqnition yang memainkan rekaman puisi China selama 2 menit, terhadap 60 perempuan hamil. Selama rekaman diputar, detak jantung bayi yang masih di dalam rahim juga dipantau untuk melihat bagaimana bayi bereaksi.

Pada saat bayi mendengar suara ibunya, ritme jantungnya sangat aktif. Sedangkan ketika rekaman puisi dengan suara orang lain diputar, ritme jantung melambat. Para peneliti mengartikan ritme jantung sebagai reaksi bayi terhadap apa yang mereka dengar.
Ketika ritmenya menjadi aktif, bayi memberikan perhatian penuh terhadap kata-kata ibu. Kata-kata ini kemudian dipelajari untuk kemudian direkam dalam memori mereka sebagai kemampuan dasar untuk berbicara.

Untuk itu, nikmati proses mengandung dengan aktif mengajak bayi berbicara. Tapi pilihlah cara berbicara yang bersahabat agar tersimpan dalam memori anak, indahnya ketika berinteraksi dengan orang tuanya.

(Siagian Priska)


Sumber : Prevention Indonesia
www.kompas.com

Selengkapnya..

5.29.2009

Persepsi Orangtua Menentukan Masa Depan Anak



Deni kecil berlari-lari menolak makanan yang hendak disuapkan ke mulutnya. Mamanya mengejar di belakangnya sambil berteriak,"Deni ayo makan ini sudah malam lho. Kamu nanti lapar. Mama masih banyak kerjaan yang lain nih!" Dari nadanya bisa tergambar perasaan putus asa dan tak tahu harus berbuat apa. Perasaan jengkel, marah, letih dan tak berdaya tercermin dalam tindakan dan perkataan sang mama. Si Deni dengan acuhnya berlarian kesana kemari.

Tak lama kemudian datanglah Ferry, kakak Deni, yang sudah duduk di bangku SMP. Sambil melemparkan tasnya ke sofa ia menuju lemari es dan meneguk minuman yang ada di sana. Setelah itu ia melepas sepatu dan kaos kakinya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di depan lemari es. Lalu menuju ke kamarnya dan berteriak, "Mbak ambilkan makan dong. Lapar nih!"

Jika anda yang menghadapi peristiwa di atas apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan langsung menghardik mereka? Atau apakah anda akan memukul mereka karena sudah tidak tahan lagi dengan tingkah lakunya? Ataukah anda akan langsung memanggilnya dan memarahi mereka? Atau mungkin anda akan bertanya dengan lembut pada mereka apa yang sebenarnya terjadi pada diri mereka dan kemudian membantu mereka mencari solusinya?

Tidak begitu penting apa tindakan anda. Yang paling penting di sini adalah mencari tahu apa penyebab utama anda melakukan tindakan tersebut. Tidak penting apakah anda marah atau menanyainya dengan lembut. Yang penting adalah pemikiran dibalik tindakan tersebut. Inilah yang mengontrol diri anda selama ini. Pemikiran inilah yang melatarbelakangi tindakan anda mendidik dan mengasuh anak-anak. Kita menyebutnya dengan persepsi.

Darimanakah persepsi timbul? Persepsi timbul dari serangkaian pemikiran-pemikiran yang mengkristal. Pemikiran ini timbul dari beragam pengalaman yang mengesankan. Semua pengalaman kita di masa kecil akan menjadi pijakan dasar. Dari sinilah kita kemudian mengembangkan pemikiran yang lebih kompleks.

Pengalaman bagaimanakah yang akan membentuk pemikiran? Semua pengalaman yang kita alami dalam kehidupan kita. Apa yang kita dengar, apa yang kita lihat dan apa yang kita alami di masa kecil akan mempengaruhi pemikiran kita. Pemikiran awal ini kemudian kita bawa dalam pergaulan remaja dan dewasa. Dan akhirnya menjadikan kita seperti sekarang ini.

Setelah kita mempunyai anak maka kita akan beroperasi dengan pemikiran yang sudah melekat dalam diri kita. Pemikiran inilah yang menjadi dasar setiap tindakan kita. Pemikiran ini menjadi persepsi.

Satu hal yang kebanyakan orang tidak sadari adalah persepsi ini bisa mengunci pemikiran kita. Persepsi ini menjadi koridor pemikiran kita. Ia memerangkap kita di dalamnya. Sebaik-baiknya kemampuan berpikir kita jika persepsi awalnya salah maka tidak akan menemui jawaban yang kita inginkan.

Ambil contoh seorang anak yang sedang disuapi makan berlarian kesana kemari. Jika persepsi awal kita mengatakan bahwa anak ini nakal, makannya rewel, tidak menghargai waktu saya dan berbagai persepsi awal negatif lainnya maka tindakan kita akan negatif juga. Marah misalnya. Atau mengatakan sesuatu yang nadanya jengkel, misal "Ayo cepat! Mama kan masih ada pekerjaan lain bukan urusi kamu saja!", anak merasa dirinya tidak penting, ia merasa dirinya tidak bisa memenuhi harapan orangtuanya, tetapi ia memang tidak ingin makan. Akhirnya anak mengalami konflik diri yang tidak kentara dan harga dirinya menjadi terkontaminasi. Atau "Kalau lari-lari seperti itu Mama tidak akan suapi kamu lagi!". Kenyataannya adalah besok ia disuapi lagi. Orangtua menjadi tidak konsisten di mata anak.

Tetapi jika persepsi awal kita adalah positif misalnya,"Saya harus membantunya mengerti mengapa ia perlu makan sekarang", atau "Ia adalah seorang anak yang perlu dimengerti" maka tindakan berikutnya bagi kita bisa sangat berbeda. Mungkin kita akan menanyainya dengan penuh perhatian mencari sebab mengapa ia berlarian ketika disuapi makan. Akibatnya adalah si anak merasa diperhatikan dan dimengerti. Ia bisa merasa diterima sehingga harga dirinya berkembang sehat.

Dari contoh tersebut jelaslah bahwa persepsi mengarahkan tindakan kita. Dan tindakan kita akhirnya memicu reaksi dari anak. Reaksi dari anak akan memicu pemikiran tertentu. Dan pemikiran ini akan membentuk persepsi anak tentang dirinya sendiri. Akhirnya konsep diri anak terbentuk. Bisakah anda melihat peranan anda sebagai orangtua sangat besar dalam membentuk konsep diri anak anda? Tahukah anda bahwa konsep diri inilah yang akan menentukan masa depannya kelak?

Orangtua, dalam tingkat tertentu yang signifikan, ikut menentukan masa depan dan nasib seorang anak melalui sikap dan tindakan mereka kepada anaknya. Sebagai orangtua kita sangat berkewajiban untuk mengembangkan kontrol diri dan kesadaran yang sangat tinggi melalui upaya pembelajaran terus menerus sehingga kita sanggup memberikan teladan dan contoh terbaik bagi anak-anak kita. Ibarat pohon dan buah, kita orangtua adalah akar yang menentukan kualitas buah seperti apa yang akan kita hasilkan. Jika sebagai akar kita tidak mampu menyerap nutrisi di sekitar kita dan tidak mampu menyalurkannya ke batang pohon maka buah di atas sana tidak akan berkembang dengan baik.

Sebagai orangtua kita perlu mengembangkan diri untuk memperbaiki diri dengan cara mengontrol persepsi kita dan menelitinya kembali asal mula persepsi itu terbentuk dalam diri kita demi masa depan anak-anak kita.

Ariesandi S.,CHt
Pendiri Mathemagics dan Hypnoparenting Education
and Therapy Center serta online course
www.hypnoparenting.com


Selengkapnya..

Menjadi Orang Tua Super © 2008. Template by Dicas Blogger.

TOPO