1.17.2009

Peniruan Verbal Pada Anak


Meniru sudah terjadi sejak anak mulai menyadari berbagai rangsang di sekitarnya. Peniruan merupakan salah satu cara anak belajar tentang diri dan lingkungannya. Paling sederhana, saat anak belajar berbahasa atau bicara. Tanpa peniruan atau modeling, anak tidak akan mampu mengembangkan kemampuannya sesuai dengan tuntutan lingkungan. Masalahnya, yang ditiru si kecil tidaklah selalu positif. Yang jelek-jelek juga ditiru dan kerap menjadi favoritnya; sudah dilarang, eh masih dilakukan lagi.
Peniruan Verbal
Peniruan verbal sebetulnya merupakan dasar bagi batita untuk belajar berbahasa. Dasar perkembangan kemampuan berbahasa anak sudah ada saat usia 1-3 bulan (kala bayi membunyikan cooing berupa "oooo" atau "uuuuhhh"). Mendekati usia 2 tahun, kemampuan berbahasanya meningkat menjadi 2-3 kata, seperti "sayang mama", "mau mamam", "minta susu", "yuk sini yuk," dan sebagainya. Nah, menjelang 3 tahun, perbendaharaan katanya semakin banyak. Anak pun mampu merangkai 3-4 kata sekaligus menjadi kalimat. Misal, "Adek mau main bola."
Kemajuan pesat inilah yang membuat si batita tertantang untuk menjajal kemampuan tersebut, termasuk dengan "membeo" yang merupakan hal alami dan bermanfaat. Kemampuannya untuk mengekspresikan sesuatu pun bisa lebih terlatih, sehingga kosakata anak semakin bertambah.
Daya tangkap si batita yang semakin solid dan terus berkembang menjadikan anak lebih gampang menangkap kata-kata yang didengar dalam kesehariannya. Kata-kata "baru" itu pun lantas ditirunya. Tidak melakukan peniruan verbal justru merupakan indikator bahwa anak belum bisa mengeluarkan bunyi yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Orangtua harus waspada.

VERBAL NEGATIF
Jika suatu saat si batita menirukan kata-kata berkonotasi negatif atau kasar, itu karena ia sekadar menirukan saja. Ia belum memiliki kemampuan membedakan kata yang dianggap baik dan buruk karena ia pun belum paham kalau apa yang diucapkannya adalah sesuatu yang buruk. Ini berkaitan dengan kemampuan berpikirnya yang masih terbatas. Meski begitu, peniruan verbal yang negatif harus segera dihentikan sebab kalau tidak lingkungan akan memberi sanksi dengan menganggapnya sebagai anak yang tidak sopan.
Sumber peniruan kata-kata kasar atau jorok terutama adalah lingkungan sekitar, seperti acara televisi, teman (karena anak mulai belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya), bahkan orang di rumah. Dalam interaksi tersebut tak jarang anak memungut kata-kata baru, termasuk kata-kata yang kasar dan kotor. Nah, kalau itu yang terjadi pada si kecil, ada beberapa kiat untuk mengatasinya:
* Menjadi mentor bagi anak untuk memberi tahu kata mana yang tepat dan tidak. Penjelasan yang konsisten akan membuat anak memahami apa yang boleh dan tidak boleh. Doronglah anak untuk meniru kata-kata atau kalimat yang baik dan santun, seperti "permisi", "selamat siang", "terima kasih," dan sebagainya.
* Beri konsekuensi. Pada dasarnya, setiap meniru secara verbal merupakan perilaku. Prinsipnya, apa pun perilaku yang ditampilkan anak akan selalu diiringi konsekuensi. Jadi, orangtua harus memberi pujian dan penghargaan pada anak, jangan mengabaikan anak bila ia memamerkan kemampuannya mengucapkan kata-kata yang baik. Sehingga membuatnya terbiasa mengucapkan kata-kata yang indah, seperti "I love you Mama" atau "terima kasih."
* Orangtua harus menjadi model bagi anak dengan rajin mengucapkan kata-kata indah di depan anak, suami, bahkan pembantu. Jangan lupa, orangtua tetaplah guru terbaik bagi anak-anaknya. Perhatikan perilaku Anda sendiri sebelum memantau perilaku anak.
* Tanyakan pada anak apa maksud kata-kata kasar atau tak senonoh yang diucapkannya. Buktikan bahwa ia hanya membeo tanpa tahu maknanya. Misalnya saja, si kecil membuat kejutan dengan berteriak, "Bangsat!" Tanyakan dari mana ia mendapatkan kata tersebut.
* Menghentikan ujaran negatif bukan dengan menghukum, memarahi, atau menegur keras anak. Cara seperti itu hanya akan mendorongnya mengulangi kata-kata buruk karena anak malah merasa diperhatikan lebih.
* Koreksi ucapan anak, dengan mencontohkan pilihan kata yang baik. Umpama, "Dasar bangsat" diganti dengan "Dia nakal, sudah ambil mainanku," yang lebih enak didengar.
* Bila di lain waktu ia mengulang lagi kalimat tersebut, abaikan saja seolah ia tidak sedang bicara apa pun. Maklum anak senang mencoba-coba untuk melihat reaksi orangtua. Anak sudah mampu memanipulasi orang lain sejak usianya 2 tahun. Pastikan Anda sedang tidak dimanipulasi si kecil dengan kata-katanya.
* Jika ditegur berulang kali tak mempan, terapkan hukuman yang sifatnya mendidik seperti tidak boleh main sepeda, tidak nonton teve, dan lainnya.
* Lakukan seleksi terhadap tayangan audio visual bagi anak dan dampingi saat ia menyaksikannya. Mintalah anak mengungkapkan apa yang dilihatnya dengan terlebih dahulu menjelaskan apa yang disaksikannya di layar.
* Bila ia mengucapkan kata-kata yang tak baik alihkan perhatiannya dengan kegiatan lain yang disukainya, seperti bermain bola di taman.
* Cari kata pengganti yang baik.
Peniruan Perilaku
Tidak ada perilaku anak yang merupakan bawaan sejak lahir. Semuanya terbentuk dari lingkungan. Batasan perilaku positif atau negatif ditentukan oleh standar norma yang berlaku. Pastikan perilaku yang ditampilkan anak sesuai dengan lingkungan keluarga dan tempat tinggal.
Meniru membuat anak belajar banyak tentang lingkungan, yang dampaknya memengaruhi perkembangan kecerdasannya. Perilaku yang kerap ditampilkan anak akan menjadi kebiasaan baginya. Kebiasaan akan menjadi bagian dari karakter anak. Untuk itu bila ingin memiliki anak dengan karakter yang dapat diterima, ciptakan lingkungan yang tepat dan mendidik bagi anak.
Kalau ada perilaku negatif yang muncul, seperti bicara kasar, memukul, menjambak, atau menendang, hentikan dengan memberi pemahaman dan konsekuensi yang tepat. Sangat mungkin sebelumnya anak pernah melihat contoh nyata dalam lingkup keluarga atau teman sebayanya yang memukul teman lain kala berebut mainan. Atau ia pernah menyaksikan adegan pemukulan di televisi. Jangan lupa, anak akan meniru apa yang dilihatnya.
Jika orangtua membiarkan anak bersikap agresif dikhawatirkan citra dirinya akan negatif, contoh ia bisa dianggap nakal kemudian dijauhi teman-teman. Perilaku ini juga akan membuat sifat agresivitasnya bakal menetap. Bukan tidak mungkin anak pun akan mudah melakukan tindak agresif kelak saat dewasa.
MENGATASI PERILAKU NEGATIF
Pada dasarnya, perilaku baik atau buruk akan bertahan, bila lingkungan memberi konsekuensi yang menyenangkan pada anak. Sebaliknya, perilaku akan hilang bila tidak diperkuat dengan konsekuensi yang diharapkan oleh anak. Berikut beberapa hal yang dapat orangtua lakukan untuk mengatasi peniruan perilaku negatif:
Jelaskan dengan lemah lembut, bahwa apa yang dilakukannya tidak baik. Beri penjelasan tanpa memarahi atau mempermalukannya.
1. Alihkan perhatiannya. Biasanya di usia ini emosi anak bisa dengan segera dialihkan perhatiannya. Bila ia meniru perilaku memukul alihkan pada permainan lain. Tentunya butuh kreativitas orangtua untuk memilihkan apa yang bisa menarik perhatian anak.
2. Beri contoh yang baik. Jika berharap anak tidak meniru perilaku negatif semisal memukul maka orangtua pun harus memberi contoh yang baik. Caranya dengan menihilkan tindak agresif yang hanya akan menjadi ajang peniruan anak. Jika misalnya ia menunjukkan rasa sayang atau gemas, caranya bukan dengan perilaku agresif seperti menggigit-gigit, melainkan dengan mencium, memeluk dan lainnya.
3. Beri penghargaan. Bila anak melakukan perilaku yang positif, dapat menahan sikap negatifnya, berilah penghargaan dengan memuji, membelai atau memberi ciuman. Dengan begitu anak akan lebih termotivasi untuk bersikap manis.
4. Komunikasikan setiap aturan kepada anak. Misalnya, anak boleh bermain tapi tak boleh menggigit atau memukul.
5. Ajari anak untuk menyatakan perasaannya. Hal ini akan dapat meminimalkan anak dari perilaku peniruan agresif.
Dra. Roslina Verauli, M.Psi., dari Empati Development Centre, Jakarta.

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Menjadi Orang Tua Super © 2008. Template by Dicas Blogger.

TOPO